UDARA KOTA PALEMBANG KU Dalam Perspektif Kesehatan Lingkungan
BAB
I
PENDHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udara adalah suatu
campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi
campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Kualitas dari udara yang telah
berubah komposisinya dari komposisi udara alamiahnya adalah udara yang sudah
tercemar sehingga tidak dapat menyangga kehidupan. Udara merupakan komponen
kehidupan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia maupun makhluk
hidup lainnya seperti tumbuhan dan hewan. Tanpa makan dan minum kita bisa hidup
untuk beberapa hari tetapi tanpa udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa
menit saja (Fardiaz, 1992).
Udara merupakan faktor penting dalam
kehidupan karena tanpa udara manusia, hewan, dan komponen / media lingkungan
tumbuh-tumbuhan tidak dapat melangsungkan kehidupannya, selain itu udara juga
berfungsi sebagai pelindung kehidupan dimuka bumi ini dari radiasi matahari
yang kuat. (Badan Lingkungan Hidup, 2010)
Pencemaran
udara merusak lingkungan
dan menyebabkan kerusakan properti. mengurangi visibilitas
di taman nasional
seperti ngarai besar
di negara-negara bersatu
dan bahkan dapat
mengganggu penerbangan. merusak lingkungan terkait dengan polusi udara
meliputi membahayakan hutan, danau dan
badan air lainnya, satwa liar, dan bangunan.
mengunjungi kota-kota besar banyak negara di dunia dan Anda akan melihat bahwa
struktur mereka sering
menghitam dari bertahun-tahun
paparan asap dan
asap.(Friis,RH.2007)
Pencemaran udara adalah
keadaan dimana di dalam udara atmosfir oleh suatu sumber, baik melalui aktifitas
manusia maupun batas waktu tertentu yang secara karakteristik dapat atau
memiliki kecenderungan dapat menimbulkan ketimpangan susunan udara atmosfir
secara ekologis sehingga mampu menimbulkan gangguan-gangguan bagi kehidupan
satu atau kelompok organisme maupun benda-benda. Bahan-bahan pencemar seperti
asap, gas, debu, dan sebagainya dalam jumlah dan bentuk tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Udara tercemar pada mulanya
akan mengganggu saluran pernafasan atau menyebabkan kematian.(Badan Lingkungan Hidup, 2010)
Dalam hal ini maka perlu suatu
pengendalian terhadap pencemaran udara, dimana dalam hal ini perlu dilaksanakan
pencegahan dan penanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara dengan
melakukan inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan sumber pencemar baik
sumber bergerak dan sumber tidak bergerak termasuk sumber gangguan termasuk
penanggulangan keadaan darurat. Sehingga ditetapkan peraturan pemerintah
tentang Baku Mutu Udara Ambien yaitu PP no. 41 tahun 1999 dengan maksud
melindungi kualitas udara ambien di daerah terpantau (daerah yang melakukan
kegiatan-kegiatan yang mempunyai potensi menurunkan kualitas udara ambien)
masih memenuhi mutu udara ambien.
Menurut Malaka (1999) pembangunan nasional yang
berlangsung dalam semua bidang kegiatan akan membawa dampak positif bagi semua
kegiatan perekonomian dan kemakmuran bangsa. Tetapi disisi lain, perkembangan
tersebut terutama dibidang industri juga mengandung potensi bahaya yang
menghambat proses pembangunan itu sendiri. Potensi bahaya ini jika tidak
dikendalikan dengan baik dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran, ledakan
maupun kecelakaan pencemaran lingkungan. (Ningsih,
2010)
Kegiatan pembangunan
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan ironis apabila
ternyata merusak kualitas lingkungan khususny udara yang semakin kotor dan
tidak sehat. Perubahan kualitas hidup di perkotaan selain memberikan manfaat
ekonomi, tetapi juga memberikan dampak negative. Salah satu dampak negative
tersebut dalah meningkatnya pencemaran udara secara signifikan, terutama di
perkotaan yang menjadi lokasi pembangunan kawasan perdagangan dan industri.
Meningkatnya pemindahan barang dan orang dari kawasan industri menyebabkan
kemacetan lalu lintas dan meningkatnya konsumsi energi, yang pada gilirannya
akan meningkatkan pencemaran udara.(Badan
Lingkungan Hidup, 2009)
Jenis
parameter pencemar udara didasarkan pada baku mutu udara ambien menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999, yang meliputi : Sulfur dioksida (SO2),
Karbon monoksida (CO), Nitrogen dioksida (NO2), Oksidan (O3), Hidro karbon
(HC), PM 10 , PM 2,5, TSP (debu), Pb (Timah Hitam), Dustfall (debu jatuh).
Empat parameter yang lain (Total Fluorides (F), Fluor Indeks, Khlorine &
Khlorine dioksida, Sulphat indeks. (www.depkes.go.id).
Emisi Pb masuk ke dalam lapisan atmosfer bumi dan dapat
berbentuk gas dan partikel. Emisi Pb yang masuk dalam bentuk gas terutama
berkaitan sekali berasal dari buangan gas kendaraan bermotor. Emisi tersebut
merupakan hasil samping pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan,
yang berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetril-Pb yang selalu ditambahkan
dalam bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai antiknock pada
mesin-mesin kendaraan. Musnahnya timbal (Pb) dalam peristiwa pembakaran pada
mesin yang menyebabkan jumlah Pb yang dibuang ke udara melalui asap buangan
kendaraan menjadi sangat tinggi. (http://pdpersi.co.id).
Dan hasil penelitian di udara kota Yogyakarta di dapatkan
bahwa kadar timbal rata-rata sebesar 0,1427 µg/Nm³. Dan kadar yang tertinggi di peroleh sebesar 0,454
µg/Nm³ di jalan solo dan yang terrendahterdapat di jalan Magelang yaitu sebesar
0,016 µg/Nm³.(T. Irwansyah, Maryadi Broto.S, 2003) dan penelitian yang di
lakukan di Bali Kadar Timbal tertinggi terdapay di GOR Ngurah Rai yaitu sebesar
0,843 µg/Nm³dan yang terrendah di jalan Gajah Mada (Depan kantor walikota
Denpasar) yaitu sebesar 0,555 µg/Nm³.(Sugiarta.A.A.G, 2006)
Polusi udara dapat memicu serangan jantung lebih besar daripada
mengkonsumsi kokain. Polusi udara bahkan bahkan lebih berbahaya ketimbang
pemicu serangan jantung lainnya, seperti kopi, alkohol, dan aktivitas fisik dan
Isu polusi udara kini mengglobal. Organisasi kesehatan dunia (WHO)
menggambarkan polusi udara sebagai salah satu ancaman lingkungan terbesar untuk
kesehatan. Dan polusi udara diperkirakan menjadi penyebab kematian prematur
hingga 2 juta penduduk di seluruh dunia setiap tahunnya. (vivanews.com)
Pencemaran udara di Indonesia sudah menjadi salah satu masalah besar yang
harus dihadapi dan ditangani secara intensif, khususnya daerah perkotaan dan
industri. Untuk mengetahui tingkat kualitas udara di suatu daerah, perlu
dilakukan pemantauan secara intensif dan terpadu. Hasil pemantauan menjadi
bahan pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan pengelolaan lingkungan di
daerahnya. (LAPAN 2008)
WHO menempatkan Jakarta sebagai kota dengan tingkat polusi tertinggi ketiga
di dunia, setelah Meksiko dan Thailand. Sumber polusi terbesar dihasilkan asap
kendaraan bermotor yang mencapai 70 persen. Kontaminasi gas buang kendaraan
bermotor itu tak hanya membuat Jakarta menyandang kota terjorok. Kondisi itu
juga berpotensi menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi warganya. Dan,
mereka yang beraktivitas di dekat sumber polusi merupakan kelompok yang paling
rentan menerima dampaknya. (VIVAnews.com)
Penurunan kualitas udara di kota Palembang diduga terjadi karena adanya peningkatan jumlah sumber
pencemar seperti semakin banyaknya kendaraan bermotor, aktifitas kegiatan
industry, perkantoran, perumahan dan lain sebagainya, untuk itu, di butuhkan
kajian untuk mengamati dan menggambarkan kondisi kualitas udara sebenarnya. (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan, 2007).
Kadar Pb dalam udara dapat diukur dengan menggunakan
metode analisis Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Metode ini digunakan
karena mempunyai kepekaan yang sangat tinggi sehingga mampu mendeteksi adanya
logam berat seperti timbal (Pb) dalam kadar kecil.(BSN,SNI 19-7119.4-2005)
Tabel 1.1
Kadar Timbal (Pb) Di Udara Kota Palembang Tahun 2009
No
|
Nama Lokasi
|
Timbal
(µg/Nm³/1 jam)
|
Baku Mutu PERGUB no.17/2005
|
|
Tahap 1
|
Tahap 2
|
|||
1
2
3
4
5
|
Simpang
4 Jakabaring
Masjid
Agung
Simpang
4 charitas
Simpang
4 POLDA
Bandara
|
0,0265
0,0531
0,0248
0,0266
0,0031
|
0,0364
0,0432
0,0448
0,0465
0,0043
|
2 (µg/Nm³/24 jam)
|
*Sumber : Laporan Koordinasi Penilaian Langit Biru, Blh
Prov. sumsel 2009
Tabel 1.2.
Kadar Timbal (Pb) Di Udara Kota Palembang Tahun 2010
No
|
Nama Lokasi
|
Timbal (µg/Nm³/1jam)
|
Baku Mutu PERGUB no.17/2005
|
|
Tahap 1
|
Tahap 2
|
|||
1
2
3
4
5
|
Simpang
4 Jakabaring
Masjid
Agung
Simpang
4 charitas
Simpang
4 POLDA
Bandara
|
0,031
0,056
0,035
0,083
0,067
|
0,003
0,056
0,035
0,083
0,067
|
2 (µg/Nm³/24 jam)
|
*Sumber : Laporan Koordinasi Penilaian Langit Biru, Blh
Prov. sumsel 2010
Dari tabel diatas titik pantau Simpang polda memiliki nilai konsentrasi
Timbal tertinggi pada kedua tahapan periode 2 tahun pemantauan. Secara umum
konsentrasi Timbal di kota Palembang masih di bawah Standar Baku Mutu yaitu 2
(µg/Nm³/24 jam)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pencemaran
Udara
Menurut WHO Polusi
udara adalah pencemaran lingkungan baik di dalam maupun di luar ruangan oleh
bahan kimia, agen fisik atau biologis yang memodifikasi karakteristik alam dari
atmosfer. Alat pembakaran
rumah tangga, kendaraan bermotor, fasilitas industri dan kebakaran hutan
merupakan sumber umum dari polusi udara. Polutan yang berdampak buruk bagi
kesehatan masyarakat adalah partikel, karbon monoksida, ozon, nitrogen dioksida
dan sulfur dioksida.
Pencemaran udara sebagian besar disebabkan oleh pembakaran sumber energy,
kekuatan emisinya sangat tergantung pada intensitas aktivitas antropogenetik
daerah yang bersangkutan, pada daerah perkotaan umumnya emisi pencemaran dari berbagai
saktivitas jauh melebihi emisi bahan pencemar dari sumber alami, sumber
pencemar alami hanya memberikan kontribusi latar di daerah perkotaan, sedangkan
kualitas udara ambient didaerah perkotaan lebih dipengaruhi oleh aktivitas
manusia. (Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan palembang 2010)
Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari
kandungan kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis bensin, alat
pengendali emisi bahan baker, suhu operasi dan factor lain yang semuanya ini
membuat pola emisi menjadi rumit. Bahan pencemar yang utama terdapat didalam
gas buang kendaraan bermotor yaitu karbon monoksida (CO), bebagai senyawa
hidrokarbon, bebagai oksida Nitrogen (NOx) dan surfur oksida (SOx), dan
partikulat debu termasuk timbal (Pb).(BTKL, 2010)
2.2 Jenis
Pencemaran Udara
pengelompokkan bahan
pencemar udara yang umum digunakan dalam penetapan oriteria kualitas udara
ambient diantaranya adalah :
a. Total
Suspended Particulate (TSP)
Berbagai jenis
partikulat di udara umumnya mempunyai sifat fisik dan komposisi kimia yang
berbeda partikulat adalah zat padat atau cair yang halus dan tersusp[ensi di
udara misalnya embun, debu, asap, flume, dan fog. Debu adalah zat padat hasil
kondensasi gas, biasanya terjadi setelah proses penguapan logam cair. Asap adalah karbon yang berdiameter kurang dari 0,1
mikron akibat dari pembakaran hidrat karbin yang kurang sempurna (slamet,2002).
b. Sulfur
dioksida (SO2)
Surfur
diolsida (SO2) adalah gas yang bersifat asam, sngat korosif dan bila begabung
dengan uap air di atmosfer akan menimbulkan hujan asam. Dalam bentuk basah dan
j\kering, akumulasi gas SO2 akan menimbulkan kerusakan dan destruksi pada
tanaman, mendegradasi tanah dengan
melarutkan logam-logam, merusak bahan bangunan dan mengkontaminasi sumber air.
Di
dlm udara SO2 mengalamin reaksi-reaksi florokimia dan berubah menjadi berbagai
senyawa seperti SO2 yang bersifat iritan yang lebih kuat dari SO2.
Keberadaan SO2 di udara diketahui dapat menimbulkan
penyakit asma dan saluran pernapasan yang kronis.
Sumber utama SO2 adalah gas-gas hasil pembakaran bahan
baker yang kandungan sulfurnya tinggi, tetapi sekarang juga di hasilkan dari
batubara yang dipakai untuk keperluan industri, rumah tangga dan pusat energy.
c. Nitrogen
Oksida (NOx)
Nitrogen Oksida (NO2) adalah gas toksik bagi manusia
yang sumber utamanya adalah proses pembakaran pada suhu tinggi. Spesies
nitrogen oksida yang sering terdapat dalam atmosfir adalah NO,NO2, atau N2O
atau lebih dikenal dengan NOx.
Nitrogen
oksida mengakibatkan kerusakan pada lingkungan dan mengganggu kesehatan manusia
antara lain iritasi saluran pernapasan, asma, meningkatan terjadinya infeksi
d. Hidrokarbon (HC)
struktur
Hidrokarbon (HC) terdiri dari elemen hydrogen dan karbon dan sifat fisik HC di
pengaruhi oleh jumlah atom karbon yang menyusun molekul HC. Hc adalah bahan
pencemar udara yag dapat berbentuk gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon, unsure ini akan
cenderung berbentuk padatan. Hidrokarbon dengan kandungan unsur C antara 1-4
atom karbon akan berbentuk gas pada suhu kamar, sedangkan kandungan karbon
diatas 5 akan berbentuk cairan dan padatan.
Sebagai bahan pencemar udara, hidrokarbon
dapat berasal dari proses industri yang diemisikan ke udara dan kemudian
merupakan sumber fotokimia dari ozon. HC merupakan polutan primer karena
dilepas ke udara ambient secara langsung.
e. Karbon
Monoksida (CO)
Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun
yang di emisikan ke atmosfir sebagai hasil proses pembakaran, oksidasi senyawa
hidrokarbon dan senyawa organic lainnya. CO merupakan gas yang tidak berwarna
dan tidak berbau dan berumur didalam udara diperkirakan 0,3 tahun.
Sifat lain gas CO
adalah menurunkan kapasitas reduksi oksigen di dalam darah.
f. amoniak
(NH3)
amoniak terjadi dalam bentuk dan garam-garamnya
sebagai polutan udara. Konsentrasi ammonia dalam udara tergantung pada
lingkungan alam sekitarnya atau proses dekomposisi buatan dari unsur-unsur
organic yang mengandung nitrogen. Dalam konsentrasi besar, gas NH3 dibentuk
dari urea atau asam urat.
Ammonia dengan konsentrasi tinggi
dihasilkan oleh industri kimiawi dan dapat ditemukan diberbagai tempat seprti
industri tanaman produksi dan hasil samping produksi dari proses cairan ammonia
baik pada produksi asam nitrit, pupuk penyubur tanah, asam hidrosianik, plastic
dan pengobatan permaketik.
Gas ammonia dapat
memberikan rangsangan kuat pada selaput dari mulut, hidung dan pernapasan
g. Timbal
(Pb)
Timbal
adalah
logam
beracun
yang
digunakan
selama bertahun-tahun
produk
ditemukan
di dalam dan
sekitar
rumah
kita.
Timbal juga bisa dipancarkan ke dalam udara dari sumber industri dan penerbangan bensin bertimbal, dan memimpin bisa masuk air minum dari bahan pipa ledeng. Timbal dapat menyebabkan berbagai efek kesehatan, dari masalah perilaku dan kesulitan belajar, kejang dan kematian. Anak enam tahun dan di bawah adalah yang paling berisiko. (NAAQS/Air/US EPA)
2.3 Timbal (Pb)
2.3.1 Definisi
Timbal (Pb)
Timbal (Pb) adalah logam yang
ditemukan secara alami di lingkungan serta dalam
produk diproduksi. Sumber utama emisi
timbal secara historis kendaraan bermotor (seperti
mobil dan truk)
dan sumber industri.
Sebagai hasil dari
upaya regulasi EPA
untuk menghapus timbal dari bensin kendaraan
bermotor, emisi timbal dari sektor transportasi
secara dramatis menurun 95 persen antara 1980
dan 1999, dan
tingkat timbal di
udara menurun sebesar
94 persen antara
1980 dan 1999.
Saat ini, tingkat tertinggi timbal di
udara biasanya ditemukan
di dekat smelter timah. Sumber utama emisi
mengarah ke udara
saat ini bijih dan
pengolahan logam dan
bensin bertimbal penerbangan.
(http://www.epa.gov/airquality/lead)
Timbal merupakan logam berat beracun yang terutama mempengaruhi sistem saraf hematopoietik, ginjal, dan pusat itu terakumulasi dalam tubuh dan disimpan dalam tulang terpapar timbal udara-tulang terjadi langsung oleh konsumsi makanan yang
terkontaminasi timbal,air,tanah, dan debu.(Daniel.S.B And.James A R)
Timbal (plumbum /Pb ) atau timah hitam adalah satu unsur logam berat yang lebih tersebar luas dibanding
kebanyakan logam toksik lainnya. Timbal berupa serbuk berwarna abu-abu gelap
digunakan antara lain sebagai bahan produksi baterai dan amunisi, komponen
pembuatan cat, pabrik tetraethyl lead, pelindung radiasi, lapisan pipa,
pembungkus kabel, gelas keramik, barang-barang elektronik, tube atau container,
juga dalam proses mematri.
Timbal atau dikenal
sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara
alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui
proses alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia. Pb merupakan
logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik
leleh pada 327,5 ºC dan titik didih 1.740 ºC pada tekanan atmosfer. Timbal mempunyai nomor atom terbesar dari semua unsur
yang stabil, yaitu 82. Namun logam ini sangat beracun. Seperti halnya merkuri
yang juga merupakan logam berat. Timbal adalah logam yang dapat merusak sistem
syaraf jika terakumulasi dalam jaringan halus dan tulang untuk waktu yang lama.
Logam ini sangat resistan (tahan) terhadap korosi, oleh karena itu seringkali
dicampur dengan cairan yang bersifat korosif (seperti asam sulfat). (www.rifamedia.co.cc.)
2.3.2
Sumber
Polusi Timbal (Pb)
Kendaraan
membakar
bensin
bertimbal
merupakan
sumber
utama
timbal
atmosfer
di
negara-negara
daripada
tidak
dilarang
aditif
ini.
industri
tertentu-misalnya,
ltimbal
dan
smelter
tembaga
(Landrigan,
halpen,
dan
Silbergeld,
1989)
dan
pabrik
baterai
daur ulang-juga
sumber
penting.
sebelum
1975,
pembakaran
bensin
menyumbang
90%
dari
Pb
udara
ditanggung. (Daniel.S.B And .James.A R)
Di
masa lalu,
kendaraan
bermotor
merupakan
penyumbang
utama
emisi
mengarah
ke udara.
Sebagai
hasil
dari
upaya
regulasi
EPA
untuk mengurangi
Timbal
dalam bensin,
udara
emisi
timbal
dari
sektor
transportasi,
dan
terutama
sektor
otomotif,
telah
sangat
menurun
selama
dua
dekade
terakhir.
Sumber utama dari emisi mengarah ke udara saat ini bijih dan pengolahan logam dan bensin bertimbal penerbangan. Konsentrasi udara tertinggi timbal biasanya ditemukan di dekat smelter timah. Sumber tidak bergerak lainnya adalah sampah insinerator, utilitas, dan produsen timbal-asam baterai. (http://www.epa.gov/airquality/lead)
Berdasrkan data yang disebabkan lembaga komite penghapusan bensin bertimbal
(Kpbb), jenis gasoline yang
dipasarkan oleh pertamina dengan nama
Premium, memiliki angka Oktan 88 dengan kandungan timbale maksimum 0,3
gram/liter.
Menurut keputusan
Dirjen Migas NO.3674k/24/DJM/2006, tanggal 17 maret 2006, Spesifikasi bahan
bakar minyak jenis bensin 95 memiliki kandungan timbal
(Pb) maksimum 0,013 gram/liter
Jumlah kandungan timbal dalam premium (gasoline 88)
dibagi menjadi 2 yaitu : 1. premium
tanpa timbal sebesar 0,013 gr/I
2.
premium bertimbal sebesar 0,3 gr/I
http://www.pertamina.com
/material-safety-data-sheet
Sebagai
sumber timbal (Pb) di lingkungan hidup kita adalah (Mukono, 2002) dalam
(Arwandi):
1. Udara
Timbal (Pb) di udara dapat berbentuk gas
dan partikel. Dalam keadaan alamiah menurut studi patterson (1965), kadar timah
hitam di udara sebesar 0,0006 mikrogram/m3, sedangkan di daerah tanpa penghuni
dipegununan California (USA), menunjukkan kadar timah hitam (Pb) sebesar 0,008
mikrogram/m3. Baku mutu di udara adalah 0,025 – 0,04 gr/Nm3.
2. Air
Analisis air bawah tanah menunjukkan kadar
timah hitam (Pb) sebesar antara 1–60 mikrogram/liter, sedangkan analisis air
permukaan terutama pada sungai dan danau menunjukkan angka antara 1–10
mikrogram/liter. Kadar timah hitam pada air laut kadarnya lebih rendah dari
yang terdapat di air tawar. Di pantai Californa (USA) kadar timah hitam (Pb)
menunjukkan kadar antara 0,08 – 0,04 mikrogram/liter. Timbal (Pb) yang larut
dalam air adalah Timbal asetat (Pb(C2H3O2)2), timbal klorat Pb(CLO3)2, timbal nitrat
Pb (NO3)2, timbal stearat Pb (C18H35O2)2. Baku mutu (WHO) timbal (Pb) dalam air 0,1
mg/liter dan KLH No 02 tahun 1988 yaitu 0,05 – 1 mg/liter.
3. Tanah
Rata-rata
timbal (Pb) yang terdapat dipermukaan tanah adalah sebesar 5–25 mg/kg.
4. Batuan
Bumi kita mengandung timbal (Pb) sekitar
13 mg/kg. Menurut study Weaepohl (1961), dinyatakan bahwa kadar timbal
(Pb) pada batuan sekitar 10 – 20 mg/kg.
5. Tumbuhan
Secara alamiah tumbuhan dapat mengandung
timbal (Pb). Menurut Warren dan Delavault (1962), Kadar timbal (Pb) pada
dedaunan adalah 2,5 mg/kg berat daun kering.
6. Makanan
Kadar timbal (Pb) pada makanan dapat
bertambah dalam proses procecing, kandungan timbal (Pb) yang tinggi
ditemukan pada beras, gandum, kentang dan lain-lain. Asupan yang diizinkan
yaitu 50 mikrogram/kg BB (dewasa) dan 25 mikrogram/kg BB (anak-anak). (http://repository.usu.ac.id/bitstrean).
Komponen-komponen Pb yang mengadung halogen berbentuk selama pembakaran
bensin karena ke dalam bensin sering ditambahkan cairan antiletupan yang
mengadung scavenger kimia. Bahan cairan antiletupan yang aktif terdiri dari
tetraetil Pb atau Pb (C2 H5)4, tetrametil Pb
atau (CH3) 4, atau kombinasi dari keduanya, scavenger
ditambahkan supaya dapat bereksi dengan komponen Pb yang tertinggal di dalam bensin
sebagai akibat pembakaran bahan antiletup tersebut. Komponen-komponen Pb yang
dapat merusak mesin jika tertinggal, bereaksi dengan scavenger dan membentuk
gas dan suhu tertentu saat mesin dijalankan, sehingga akan keluar bersama
dengan bahan-bahan lainnya dan tidak akan merusak mesin. Dua macam scavenger
yang sering digunakan adalah etilen dibromide (C2H4Br2)
dan etilen dikhloride (C2H4Cl2). Bahan aditif
yang ditambahkan ke dalam bensin terdiri dari 62% tetraetil Pb, 18% etilen
dibromide, 18% etilen dikhloride, dan 2% bahan-bahan lainnya.
Tabel 2.1
Komponen Pb Di Dalam Asap Mobil
Komponen
Pb
|
Persen dari total partikel Pb
di dalam asap kendaraan
|
|
Segera
Setelah
Starter
|
18
jam
Setelah
Starter
|
|
PbBrCl
PbBrCl.2PbO
PbCl2
Pb(OH)Cl
PbBr2
PbCl2.2PbO
Pb(OH)Br
PbOx
PbCO3
PbBr2.2PbO
PbCO3.2Pb
|
32.0
31.4
10.7
7.7
5.5
5.2
2.2
2.2
1.2
1.1
1.0
|
12.0
1.6
8.3
7.2
0.5
5.6
0.1
21.2
13.8
0.1
29.6
|
Sumber : Srikandi Fardiaz, 1992 : 62.
Jenis dan jumlah komponen-komponen Pb yang diproduksi dari asap mobil yang
telah tertera pada table diatas, dimana kolom pertama menunjukkan komposisi
asap mobil segera setelah mobil distarter, sedangkan kolom kedua menunjukkan
komposisi asap mobil 18 jam setelah distarter. Data komposisi asap mobil
setelah 18 jam menunjukkan bahwa komposisi Pb mungkin mengalami reaksi ketika
dilepaskan di udara. Cara menangkap asap mobil ddalam percobaan ini dilakukan
dengan menampung asap di dalam kantung berwarna hitam yang diisi udara bersih
kering, kemudian campuran tersebut dianalisis 18 jam kemudian. Dari data
tersebut terlihat bahwa komponen Pb yang terdapat dalam jumlah tinggi didalam
asap mobil terutama adalah Pb oksikarbonat (PbCO3.2PbO), Pb okside
(PbOx), Pb karbonat (PbCO3). (Srikandi Fardiaz, 1992 :
60-62).
2.3.3 Faktor Mempengaruhi Penyebaran
Timbal di udara
Banyak faktor
yang dapat mempengaruhi pencemaran udara di atmosfer, misalnya
1. Kelembaban
kelembaban
udara juga mempengaruhi konsentrasi pencemaran udara, pada kelembabab yang
tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan pencemar di udara,
menjadi zat lain yang tidak berbahaya
2. Suhu
suhu
yang menurun pada permukaan bumi, dapat menyebabkan peningkatan kelembaban
udara relative, sehingga akan meningkatkan efek korosif bahan pencemar didaerah
yang udaranya tercemar. Pada
suhu yang meningkat, akan meningkat pula kecepatan reaksi suatu bahan kimia.
3. Angin
Merupakan
factor utama dalam persebaran zat pencemaran udara, angin dapat mengakibatkan
suatu zat berpindah tempat.
4. Kendaraan
Kendaraan
bermotor yang menjadi alat transportasi, dalam konteks pencemaran udara
dikelompokkan sebagai sumber yang bergerak. Dengan karakteristik yang demikian,
penyebaran pencemar yang diemisikan dari sumber-sumber kendaraan bermotor ini
akan mempunyai suatu pola penyebaran spasial yang meluas. Faktor perencanaan
sistem transportasi akan sangat mempengaruhi penyebaran pencemaran yang
diemisikan, mengikuti jalur-jalur transportasi yang direncanakan.
2.3.4
Metode Penelitian Timbal (Pb)
Dalam SNI 19-7119.4-2005
telah dijelaskan tentang cara uji kadar Timbal (Pb) dengan metode
pararosanilin menggunakan Dekstruksi basah
menggunakan spektrofotometer serapan atom
Partikel di udara ditangkap dengan
menggunakan alat HVAS dan media penyaring atau filter. Timbal yang terkandung
di dalam partikel tersuspensi tersebut didekstruksi dengan menggunakan alat Spektrofotometer
Serapan Atom (SSA)
2.3.5
Sifat-Sifat
Timbal Pb
Polusi timbal (Pb)
dapat terjadi diudara, air maupun tanah. Kandungan timbal di dalam tanah
rata-rata adalah 16 ppm, tetapi pada daerah-daerah tertentu mungkin dapat mencapai
beberapa ribu ppm, kandungan timbal di dalam udara seharusnya rendah karena
nilai tekanan uapnya rendah. Untuk mencapai tekanan uap 1 torr, timbal atau
komponen-komponen timbal membutuhkan suhu lebih dari 800o C, berbeda
dengan merkuri di mana tekanan uap 1 torr dapat dicapai pada suhu yang jauh
lebih rendah yaitu 126 o C. (Srikandi
Fardiaz, 2006).
Logam timbal (Pb)
mempunyai sifat-sifat yang khusus seperti berikut :
1.
Merupakan
logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau dengan
tangan dan dapat dibentuk dengan mudah.
2.
Merupakan
logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, sehingga logam timbal
sering digunakan sebagai bahan coating.
3.
Mempunyai
titik lebur rendah, hanya 327,5 derajat C.
4.
Mempunyai
kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam biasa, kecuali emas
dan merkuri.
5. Merupakan penghantar listrik yang tidak baik. (Heryando
Palar, 2004)
2.3.6
Kegunaan
Timbal (Pb)
Timbal dan persenyawaannya banyak digunakan dalam berbagai bidang. Dalam
industri baterai, timbal digunakan sebagai grid
yang merupakan alloy (suatu
persenyawaan) dengan logam bismuth (Pb-Bi) dengan perbandingan 93:7.
Timbal oksida (PbO4) dan logam timbal dalam industri baterai
digunakan sebagai bahan yang aktif dalam pengaliran arus elektron.kemampuan
timbal dalam membentuk alloy dengan banyak logam lain telah dimanfaatkan untuk
meningkatkan sifat metalurgi dari logam ini dalam penerapan yang sangat luas.
Alloy Pb yang mengandung 1% stibium(Sb), banyak digunakan sebagai bahan kabel
telepon. Alloy dengan 0,15%As, 0,1%Sn, dan 0,1%Bi, banyak digunakan untuk kabel
listrik. Di samping itu, bentuk-bentuk lain dari alloy Pb, juga banyak
digunakan dalam konstruksi pabrik-pabrik kimia, kontrainer dan alat-alat lain.
Penggunaan alloy Pb ini lebih disebabkan oleh kemampuannya yang sangat tinggi
untuk tidak mengalami korosi.
Kemampuan Pb untuk berikatan dengan atom N (nitrogen) untuk membentuk
senyawa azida. Senyawa ini merupakan suatu jenis senyawa mempunyai kemampuan
ledakan dengan pencaran energi yang besar. Karena itu, senyawa azida banyak
digunakan sebagai detonator (bahan peledak).
Persenyawaan Pb dengan Cr (chromium),
Mo (molibdenum) dan Cl (chlor), digunakan secara luas sebagai
pigmen “chrom”. Senyawa PbCrO4 digunakan dalam industri cat untuk
mendapatkan warni “kuning-chrom”,
Pb(OH)2.2PbCO3 untuk mendapatkan warna “timah putih”,
sedangkan senyawa yang dibentuk dari Pb3O4, digunakan
untuk mendapatkan warna ‘timah merah”.
Senyawa silikat timbal (Pb-silikat) yang dibentuk dari intermediet
Pb-asetat (CH3-COO-Pb-OOCH3), digunakan secara luas
sebagai salah satu bahan pengkilap keramik dan sekaligus berperan sebagai bahan
tahan api. Persenyawaan yang terbentuk antara Pb dengan arsenat dapat digunakan
sebagai insektisida. Penggunaan yang relatif baru dari logam timbal ini adalah
dalam peningkatan sifat megnetik dari keramik barium-ferrit. Kombinasi Pb
dengan Te (telurium) digunakan sebagai komponen aktif pada pembangkit listrik
tenaga panas.
Dalam perkembangan industri kimia, dikenal pula additive yang dapat ditambahkan
ke dalam bahan baker kendaraan bermotor. Persenyawaan yang dibentuk dari logam
Pb sebagai additive ini ada dua jenis, yaitu (CH3)4-Pb
(tetrametil-Pb) dan (C2H5)4-Pb (tetraetil-Pb). (heryando
Palar, 2004 : 76-77).
2.3.7
Toksisitas
Timbal (Pb)
Timbal (Pb) adalah
logam toksik yang bersifat kumulatif sehingga mekanisme toksisitasnya dibedakan
menurut beberapa organ yang dipengaruhi yaitu sebagai berikut :
- Sistem hemopoietik : dimana Pb menghambat sistem pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia.
- Sistem saraf pusat dan tepi : di mana Pb dapat menyebabkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium.
- Sistem ginjal : dapat menyebabkan aminoasiduria, fosfaturia, glukosuria, nefropati, fibrosis, dan atrofi glomerular.
- Sistem gastro-intestinal; di mana Pb dapat menyebabkan kolik dan konstipasi.
- Sistem kardiovaskuler; di mana Pb dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler pembuluh darah.
- Sistem reproduksi; di mana Pb dapat menyebabkan kematian janin waktu melahirkan pada wanita serta hipospermi dan teratospermia pada pria, dan tidak berkembangnya sel otak embrio
- Sistem indokrin; di mana Pb dapat menyebabkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal.
- Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi. (Darmono, 2001 : 140).
Paparan Pb dosis tinggi
mengakibatkan kadar Pb darah mencapai 80 µg/dL pada orang dewasa dan 70 µg/dL
pada anak-anak sehingga terjadi ensefalopati, kerusakan arteriol dan kapiler,
edeme otak, meningkatkanya tekanan cairan serebrospinal, degenerasi neuron,
serta perkembangbiakan sel glia yang disertai dengan
munculnya ataksia, koma, kejang-kejang,
dan hiperaktivitas. Kandungan Pb dalam darah berkorelasi dengan tingkat
kecerdasan manusia. Semakin tinggi kadar Pb dalam darah, semakin rendah poin
IQ. Apabila dalam darah ditemukan
kadar Pb sebanyak tiga kali batas normal (intake normal sekitar 0,3 mg/hari),
maka akan terjadi penurunan kecerdasan intelektual.
Intoksikasi Pb bisa terjadi melalui jalur oral, lewat makanan, minuman,
pernafasan, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, serta lewat paremteral.
Logam Pb tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia sehingga bila makanan atau minuman
tercemar Pb dikonsumsi, maka tubuh akan mengeluarkannya. Sebagian kecil Pb
diekskresikan melalui urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein dan
sebagian lainnya lagi terakumulasi dalam ginjal, hati,
kuku, jaringan lemak, dan rambut.
Keracunan yang ditimbulkan oleh senyawa logam Pb dapat terjadi karena
masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb ke
dalam tubuh dapat melalui beberpa jalur yaitu nmelalui makanan dan minuman,
udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit.
Keracunan
akibat kontaminasi logam Pb dapat menimbulkan berbagai macam hal :
- Meningkatkan kadar ALAD dalam darah dan urine
- Meningkatkan kadar protopporhin dlam sel darah merah
- Memperpendek umum sel darah merah
- Menurunkan jumlah sel darah merah dan kadar sel-sel darah merah yang masih muda
- Meningkatkan kandungan logam Fe dalam plasma darah
2.3.8
Penanganan kasus dan tindakan
pencegahan
Pengobatan keracunan Pb akibat kerja adalah
menghentikan penambahan timah hitam yang memasuki tubuh penderita yang pada
umumnya melewati jalan pernafasan atau pencernaan, serta mengobatinya dengan ethylendiaminetetraacetic
(EDTA) intravenous. Ethylendiaminetetraacetic akan mengikat kation
Pb dalam tulang dan jaringan lunak. Ekskresi
lebih dari 600 µg Pb dalam spesimen urin 24 jam menandakan adanya pajanan
secara signifikan (Palar, 1994). Selain menggunakan
EDTA, dapat pula digunakan 2,3 dimercapto -1- propanol (British antilewisite
atau BAL). Dua macam obat ini dapat mengikat Pb yang ada pada jaringan
seperti eritrosit, otot, liver, ginjal dan tulang trabekular. Namun pada pasien dengan pajanan yang lama, sebagian
besar Pb disimpan pada tulang padat dan otak (DeRoos, 1997).
Keberhasilan terapi
ini tergantung pada beberapa factor antara lain : beratnya gejala klinik,
derajat disfungsi organ terminal, kadar Pb dalam darah dan sifat pajanan akut
atau kronik. Biasanya terapi ini diindikasikan untuk pasien dengan kadar Pb
dalam darah lebih dari 80 µg/dL .
Tindakan
pengendalian yang dapat diambil guna mencegah intoksikasi Pb bisa berupa : (a)
Pengawasan ketat terhadap sumber debu atau uap Pb, (b) peningkatan higiene
industri dan hygiene perorangan seperti pakaian khusus dengan aliran udara
tekanan positf bagi pekerja yang membersihkan tangki -tangki penyimpanan TEL,
tidak boleh makan, minum dan merokok di tempat kerja, (c) pemeriksaan sebelum
penempatan meliputi riwayat medis dan pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus
pada sistim hematopoetik dan kadar Hb darah, (d) pemeriksaan berkala setiap
tahun untuk mencari tanda dan gejala pajanan Pb dan uji laboratorium untuk
mengukur absorbsi Pb yang berlebihan serta pemeriksaan untuk memastikan efek
toksik Pb, (e) uji saring dengan frekuensi uji saring tergantung terhadap
tingkat pajanan potensial dan hasil pemeriksaan kesehatan dan hasil uji saring
sebelumnya, dan (f) pendidikan cara mengenal bau uap TEL atau gasoline dan cara
pencegahan keracunan.
Tindakan pencegahan
lain yang dapat dilakukan adalah dengan dilakukannya program medical
surveillance. Program ini harus dilakukan pada pekerjaan dengan resiko tinggi
dimana pekerja mungkin terpajan Pb di udara lebih dari 30 µg/m3 atau lebih dari
30 hari per tiap tahun. Para pekerja harus dilakukan tes Pb darah dan FEP pada
waktu-waktu tertentu (Denny Ardyanto, 2005).
Intervensi
yang dapat dilakukan terhadap hasil medical surveillance dapat dilihat dibawah
ini
2.4 Kendaraan
Harian kompas 16 arpil 2006 memberitakan, Asap kendaraan bermotor menyumbang 26
persen dari total emisi yang dihasilkan di Indonesia dan menyebabkan 60-90
persen dari seluruh polusi di negara-negara industry. Menurut data Bappenas, setiap kali kendaraan
mengeluarkan asap, sekitar 1.000 unsur beracun yang terkandung di dalamnya
turut mengotori udara.
2.4.1 Definisi Kendaraan
Mobil merupakan bentuk kendaraan bertenaga mesin yang paling banyak
dipakai. Kendaraan atau angkutan atau wahana adalah alat transportasi, baik
yang digerakkan oleh mesin maupun oleh makhluk hidup. Kendaraan ini biasanya
buatan manusia (mobil, motor, kereta, perahu, pesawat), tetapi ada yang bukan
buatan manusia dan masih bisa disebut kendaraan, seperti gunung es, dan batang
pohon yang mengambang. Kendaraan tidak bermotor dapat juga digerakkan oleh
manusia atau ditarik oleh hewan, seperti gerobak. (Wikipedia).
Tabel 2.2
Data objek kendaraan bermotor Wilayah Samsat
Palembang Tahun 2011
No
|
Jenis Kendaraan
|
Plat Hitam
|
Plat Merah
|
Plat Kuning
|
Total
|
1
|
Sedan
|
13.972
|
64
|
263
|
14.299
|
2
|
Jeep
|
16.759
|
281
|
1
|
17.041
|
3
|
Mini bus
|
68.828
|
1.273
|
2.765
|
72.866
|
4
|
Mikro bus
|
1.3312
|
286
|
2.929
|
4.546
|
5
|
Pick up
|
25.665
|
384
|
259
|
26.308
|
6
|
Truk
|
25.283
|
733
|
3.773
|
29.789
|
7
|
Sepada motor
|
544.048
|
8.758
|
0
|
552.806
|
|
Total
|
695.886
|
11.779
|
9.990
|
717.655
|
Sumber : Unit Pelaksana teknis dinas wilayah samsat
Dipenda Prov. Sum-sel(2011)
Jumlah kendaraan yang ada di
palembang berjumlah 717619 unit kendaraan.Yang mana jumlah tersebut untuk semua
jenis kendaraan baik roda 2 maupun roda 4.(
dipenda prov sumsel/samsat palembang.)
Definisi Kendaraan berdasarkan PP Nomor 44 Tahun 1993, yaitu :
- Kendaraan Bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu.
- Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda dua, atau tiga tanpa rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping.
- Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.
- Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.
- Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus.
- Kendaraan Khusus adalah kendaraan bermotor selain daripada kendaraan bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor untuk barang, yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.
- Kendaraan Umum menurut Undang-undang no 22 Tahun 2009 adalah setiap kendaraan yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.
2.4.2
Sektor Transportasi Perkotaan
Dari berbagai sektor yang potensial dalam mencemari udara, pada umumnya
sektor transportasi memegang peran yang sangat besar dibandingkan dengan sektor
lainnya. Di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai
sumber polusi udara mencapai 60-70%. Sedangkan kontribusi gas buang dari
cerobong asap industri hanya berkisar 10-15%, sisanya berasal dari sumber
pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran
hutan, dan lain-lain.
Kendaraan bermotor yang menjadi alat transportasi, dalam konteks pencemaran
udara dikelompokkan sebagai sumber yang bergerak. Dengan karakteristik yang
demikian, penyebaran pencemar yang diemisikan dari sumber-sumber kendaraan
bermotor ini akan mempunyai suatu pola penyebaran spasial yang meluas. Faktor
perencanaan sistem transportasi akan sangat mempengaruhi penyebaran pencemaran
yang diemisikan, mengikuti jalur-jalur transportasi yang direncanakan.
Faktor penting yang menyebabkan dominannya pengaruh sektor transportasi
terhadap pencemaran udara perkotaan di Indonesia antara lain:
1.
Perkembangan
jumlah kendaraan yang cepat (eksponensial)
2.
Tidak
seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan yang ada ( misalnya
jalan yang sempit).
3. Pola
lalu lintas perkotaan yang berorientasi memusat, akibat terpusatnya
kegiatan-kegiatan perekonomian dan perkantoran di pusat kota
4. Masalah
turunan akibat pelaksanaan kebijakan pengembangan kota
yang ada, misalnya daerah pemukiman penduduk yang semakin menjauhi pusat kota
5. Kesamaan
waktu aliran lalu lintas
6.
Jenis,
umur dan karakteristik kendaraan bermotor
7.
Faktor
perawatan kendaraan dan jenis bahan bakar yang digunakan.
8. Jenis
permukaan jalan dan struktur pembangunan jalan.
9.
Siklus
dan pola mengemudi (driving pattern).
Di samping faktor-faktor yang menentukan intensitas emisi pencemar sumber tersebut,
faktor penting lainnya adalah faktor potensi dispersi atmosfer daerah
perkotaan, yang akan sangat tergantung kepada kondisi dan perilaku meteorologi.
2.4.3
BBM
(Bahan Bakar Minyak)
Sektor transportasi mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber
energi. Seperti diketahui penggunaan energi inilah yang terutama menimbulkan
dampak terhadap lingkungan. Hampir semua produk energi konvensional dan
rancangan motor bakar yang digunakan dalam sektor transportasi masih
menyebabkan dikeluarkannya emisi pencemar ke udara. Penggunaan BBM (Bahan Bakar
Minyak) bensin dalam motor bakar akan selalu mengeluarkan senyawa-senyawa
seperti CO (karbon monoksida), THC (total hidro karbon), TSP (debu), NOx
(oksida-oksida nitrogen) dan SOx (oksida-oksida sulfur). Premium yang dibubuhi
TEL, akan mengeluarkan timbal (Lead). Solar dalam motor diesel akan
mengeluarkan beberapa senyawa tambahan di samping senyawa tersebut di atas,
yang terutama adalah fraksi-fraksi organik seperti aldehida, PAH (Poli Alifatik
Hidrokarbon), yang mempunyai dampak kesehatan yang lebih besar (karsinogenik),
dibandingkan dengan senyawa-senyawa lainnya.
2.4.4
Emisi
Gas Buang
Polusi udara yang disebabkan oleh transportasi darat yang dinilai sangat
dominan salah satunya adalah gas buang kendaraan bermotor. Dimana kontribusi
terbesar dari seluruh polutan yang ada adalah gas Carbon Monoksida ( Howard S.
Peavy, 1985 ).
Namun besar kecilnya keluaran polutan emisi gas buang kendaraan bermotor
terhadap lingkungan tergantung pada beberapa hal (Dirjen Perhubungan Darat,
2000):
1.
Kecepatan kendaraan bermotor.
2.
Kualitas pengapaian.
3.
Kepadatan lalu-lintas
4.
Kilometer tempuh kendaraan bermotor.
5.
Volume mesin kendaraan bermotor
6.
Pemilihan bahan bakar.
Pada kendaraan bermotor tersebut, bagian yang menghasilkan gas polutan (
Heisler, 1995 ) adalah :
·
Crankease system ( rumah mesin ).
·
Sistem tangki bahan bakar.
·
Sistem
saluran gas buang ( knalpot ).
Polusi udara dapat dirasakan semakin hari kian meningkat terutama di daerah
yang kepadatan lalu-lintasnya cukup tinggi serta di lokasi industri yang kurang
memperhatikan dampak lingkungan (Pramudya, 2001). Peningkatan tersebut sejalan
dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia baik dalam bidang tarnsportasi
maupun industri.
2.4.5
Komposisi
dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor
Emisi gas buang bermotor mengandung senyawa berbagai kimia. Komposisi dari
kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis mesin, alat
pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain yang semuanya ini
membuat pola emisi menjadi rumit.
Jenis bahan bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar
bensin maupun bahan bakar solar sebenarnya sama saja, hanya berbeda proporsinya
karena perbedaan cara operasi mesin. Secara visual selalu terlihat asap dari
knalpot kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak terlihat pada kendaraan
bermotor dengan bahan bakar bensin.
Walaupun gas buang bermotor terutama terdiri dari senyawa yang tidak
berbahaya seperti nitrogen, karbondioksida dan uap air, tetapi di dalamnya
terkandung juga senyawa lain dengan jumlah yang cukup besar yang dapat
membahayakan gas buang membahayakan kesehatan maupun lingkungan. Bahan pencemar
yang terutama terdapat didalam gas buang bermotor adalah karbon monoksida (CO),
berbagai senyawa hidrokarbon Nitrogen Oksida (NOx) dan sulfur dioksida (SOx),
ozon (O3), dan partikulat debu termasuk timbale (Pb). Bahan bakar
tertentu seperti hidrokarbon dan timbal organik, dilepaskan ke udara karena
adanya penguapan dari sistem bahan baker. Lalu lintas kendaraan bermotor, juga
dapat meningkatkan kadar partikulat debu
yang berasal dari permukaan jalan, komponen ban dan rem.
2.4.6
Dampak
terhadap Kesehatan
Senyawa – senyawa di dalam gas buang terbentuk selama energi diproduksi
untuk menjalankan kendaraan bermotor. Beberapa senyawa yang dinyatakan dapat
membahayakan kesehatan adalah berbagai sulfur dioksida, nitrogen dioksida,
karbon dioksida, ozon, hidrokarbon, logam berat tertentu dan partikulat.
Pembentukan gas buang tersebut terjadi selama pembakaran bahan bakar fosil-bensin
dan solar didalam mesin. Dibandingkan dengan sumber stasioner seperti industri
dan pusat tenaga listrik, jenis proses pembakaran yang terjadi pada mesin
kendaraan bermotor tidak sesempurna di dalam industri dan menghasilkan bahan
pencemar pada kadar yang lebih tinggi, terutama berbagai senyawa organik dan
nitrogen dioksida, sulfur dan karbon. Selain itu gas buang kendaraan bermotor
juga langsung masuk ke dalam lingkungan jalan raya yang sering dekat dengan
masyarakat, dibandingkan dengan gas buang dari cerobong industri yang tinggi.
Dengan demikian masyarakat yang tinggal atau melakukan kegiatan lainnya di
sekitar jalan yang padat lalu lintas kendaraan bermotor dan mereka yang berada
di jalan raya seperti pengendara bermotor, pejalan kaki, polisi lalu lintas,
penjaja makanan seringkali terpajan oleh bahan pencemar yang kadarnya cukup
tinggi. Estimasi dosis pemajanan sangat tergantung kepada tinggi rendahnya
pencemar yang dikaitkan dengan kondisi lalu lintas pada saat tertentu.
Keterkaitan antara pencemaran udara di perkotaan kemungkinan adanya resiko
terhadap kesehatan, baru dibahas beberapa dekade belakangan ini. Pengaruh yang
merugikan mulai dari meningkatnya kematian akibat adanya episod smog sampai
pada gangguan estetika dan kenyamanan. Gangguan kesehatan lain di antara kedua
pengaruh yang ekstrim ini, misalnya kanker pada paru – paru atau organ tubuh
lainnya, penyakit pada saluran tenggorokan yang bersifat akut maupun kronis,
dan kondisi yang diakibatkan karena pengaruh bahan pencemar terhadap organ lain
seperti paru, misalnya sistem saraf. Karena setiap individu akan terpajan oleh
banyak senyawa secara bersamaan, sering kali sangat sulit untuk menentukan
senyawa mana atau kondisi senyawa yang mana paling berperan memberikan pengaruh
membahayakan terhadap kesehatan.
Bahaya gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan tergantung dari
toksisitas (daya racun) masing – masing senyawa dan seberapa luas masyarakat
terpajan olehnya. Beberapa faktor yang berperan di dalam ketidak pastian setiap
analisis resiko yang dikaitkan dengan gas buang kendaraan bermotor antara lain
adalah :
1.
Definisi
tentang bahaya terhadap kesehatan yang digunakan
2.
Relevansi
dan interpretasi hasil studi epidemiologi dan eksperimental
3.
Realibilitas
dari data pajanan
4.
Jumlah
manusia yang terpajan
5.
Keputusan
untuk menentukan kelompok resiko yang mana yang akan dilindungi
6.
Interaksi
di antara berbagai senyawa di dalam gas buang, baik sejenis maupun antara yang
tidak sejenis
7.
Lamanya
terpajan (jangka panjang atau pendek)
Telah banyak bukti bahwa anak – anak dan para lanjut usia merupakan
kelompok yang mempunyai risiko tinggi di dalam peristiwa pencemaran udara. Anak
– anak lebih peka terhadap infeksi saluran pernafasan dibandingkan dengan orang
dewasa, dan fungsi paru – parunya juga berbeda. Para usia lanjut masuk di dalam
kategori kelompok resiko tinggi karena penyesuaian kapasitas dan fungsi paru –
paru menurun, dan pertahanan imunitasnya melemah. Karena kapasitas paru – paru
dari penderita penyakit jantung dan paru – paru juga rendah, kelompok ini juga
sangat peka terhadap pencemaran udara.
Berdasarkan sifat kimia dan perilakunya di lingkungan, dampak pencemar yang
terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor digolongkan sebagai berikut :
1.
Bahan
– bahan pencemar terutama yang
mengganggu saluran pernapasan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah sulfur
dioksida, partikulat, nitrogen dioksida, ozon dan oksida lainnya.
2.
Bahan
– bahan pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemik, seperti hidrokarbon,
karbon monoksida dan timbal.
3.
Bahan
– bahan pencemar yand dicurigai menimbulkan kanker seperti hidrokarbon.
4.
Kondisi
yang mengganggu kenyamanan seperti kebisingan, debu jalanan, dll.
2.5
Kerangka
Teori
Bagan 2.5
Kerangka Teori
|
|
|
|
|
|
|
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum wilayah penelitian
Kota palembang adalah ibukota sumatera selatan yang mempunyai luas wilayah
400,61 km2 dengan jumlah penduduk 1.438.938 jiwa, yang bearti setiap
km2 dihuni oleh 3.592 jiwa. Kota palembang dibelah oleh sungai musi menjadi dua
daerah, yaitu seberang ilir dan seberang ulu. Sungai musi ini bermuara ke selat
bangka dengan jarak 105 km. Oleh karena itu, prilaku air laut sangat
berpengaruh yang dapat dilihat dari adanya pasang surut antara 3-5 meter.
Keadaan geografis kota palembang terletak antara 2o 52′ sampai 3o
5′ LS dan 104o 37′ sampai 104o 52′ BT dengan ketinggian
rata-rata 8 meter dari permukaan air laut. Keadaan alam kota Palembang
merupakan daerah tropis lembah nisbi, dengan suhu rata-rata sebagian besar
wilayah Kota Palembang 21o– 32o Celsius, curah hujan 22 –
428 mml per tahun. Berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi.
Pada tahun 2003
suhu udara rata-rata berkisar antara 23,9º-32º Celsius, 24,04º-32,60º Celsius
(2004), 22,44º-33,65º Celsius (2005), 26,4º-28,9º Celsius (2006) dan
21,2º-35,5º Celsius (2007). Pada tahun 2007, curah hujan terbesar jatuh pada
bulan April dengan jumlah curah hujan 540 mm3. Sedangkan kelembaban
udara tahun 2007 rata-rata 80%, kecepatan angin rata-rata 20 km/jam dengan arah
terbesar dari arah barat laut, serta tekanan udara rata-rata di permukaan laut
sebesar 1009 mbar dan di daratan sebesar 1007,5 mbar.
Kota Palembang merupakan ibukota Propinsi Sumatera Selatan, yang terdiri
dari enam belas kecamatan, yaitu Kec. Ilir Timur 1, Ilir Timur II, ILir Barat
1, Ilir Barat II, Seberang Ulu I, Seberang Ulu II, Sukarame, Sako, Bukit Kecil,
Gandus, Kemuning, Kalidoni, Plaju, Kertapati, Alang-Alang Lebar dan Sematang
Borang
Kota palembang
berbatasan dengan daerah-daerah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pangkalan Benteng,
Desa Gasing, dan kenten laut kecamatan Talang Kelapa Kabupaten. Banyuasin.
2.
Sebelah
Selatan berbatasan dengan Desa Bakung Kecamatan Inderalaya Kabupaten. Ogan Ilir
dan Kecamatan. Gelumbang Kabupaten. Muara Enim.
3.
Sebelah
Timur berbatasan dengan Desa Balai Makmur Kecamatan. Banyuasin
1, Kabupaten. Banyuasin.
4.
Sebelah
Barat berbatasan dengan Desa Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten. Banyuasin.
3.1.1 Gambar Lokasi Penelitian Pengambilan Sampel Timbal
Pengukuran kadar Timbal di lakukan di enam titik lokasi penelitian pada
simpang empat yang ada di kota Palembang :
Gambar
3.1
Enam
titik Lokasi simpang empat penelitian di kota Palembang pada Tahun 2011
Sumber :
Google earth.
3.2 Analisis Univariat
3.2.1 Tingkat Konsentrasi Timbal (Pb)
Tabel
3.1
Distribusi konsentrasi Timbal (Pb) Menurut Waktu dan
Lokasi Pengambilan
Sampel (µg/Nm³) DI Kota Palembang Tahun 2011
Lokasi
|
Konsentrasi Pb
(µg/Nm³/1 jam)
|
Rata-rata
|
SD
|
Min
|
Max
|
||
Pagi
|
Siang
|
Sore
|
|||||
Simpang Jakabaring
|
0,5680
|
0,2381
|
0,0538
|
0,286633
|
0,2605130
|
0,0538
|
0,5680
|
Sp. Air mancur
|
0,0081
|
0,1385
|
0,0358
|
0,060800
|
0,0687007
|
0,0081
|
0,1385
|
Simpang
Rs.Charitas
|
0
|
0,5977
|
0
|
0,199233
|
0,3450823
|
0,0000
|
0,5977
|
Simpang Sekip
|
0,2746
|
0
|
0,1262
|
0,133600
|
0,1374495
|
0,0000
|
0,2746
|
Simpang
Polda
|
0,1069
|
0,0600
|
1,5223
|
0,563067
|
0,8310513
|
0,0600
|
1,5223
|
Simpang
Km 12
|
0,2738
|
0,1266
|
0,0573
|
0,152567
|
0,1105611
|
0,0573
|
0,2738
|
Rata-rata
|
0,205233
|
0,193483
|
0,299233
|
||||
SD
|
0,2152972
|
0,2136033
|
0,6005896
|
||||
Min
|
0,0000
|
0,0000
|
0,0000
|
||||
Max
|
0,5680
|
0,5977
|
1,5223
|
Baku
Mutu Lingkungan : PerGub Sumsel No.17
tahun 2005 = 2 µg/Nm³/24 jam
Sumber : Data primer Hasil Penelitian Suwandi
W 2011
Berdasarkan hasil
pengukuran berdasarkan pada waktu penelitian seperti terlihat pada tabel 5.1. di atas dapat di simpulkan bahwa pada waktu
pagi hari tingkat konsentrasi Timbal tertinggi terjadi pada di Sp. Jakabaring dengan konsentrasi sebesar 0,5680 (µg/Nm³),
dan konsentrasi Timbal terendah terjadi di Sp. RS.Charitas dengan konsentrasi
sebesar 0 (µg/Nm³). Dan pada waktu siang hari tingkat konsentrasi Timbal
tertinggi terjadi di Sp RS.Charitas dengan konsentrasi sebesar 0,5977 (µg/Nm³),
dan konsentrasi Timbal terendah terjadi di Sp. Sekip dengan konsentrasi sebesar
0 (µg/Nm³). Dan sedangkan pada waktu Sore hari tingkat konsentrasi Timbal
tertinggi terjadi di Sp. Polda dengan konsentrasi sebesar 1,5223 (µg/Nm³), dan
konsentrasi Timbal terendah terjadi di Sp. RS.Charitas dengan konsentrasi
sebesar 0 (µg/Nm³).
Berdasarkan hasil pengukuran berdasarkan pada Lokasi penelitian seperti
terlihat pada tabel 5.1. di atas dapat di simpulkan bahwa tingkat konsentrasi
Timbal tertinggi di Sp. Jakabaring terjadi pada waktu pagi hari, yaitu sebesar
0,5977 (µg/Nm³) dan yang terendah terjadi pada waktu sore hari, yaitu sebesar 0,0538
(µg/Nm³). Tingkat konsentrasi Timbal di Sp.Air Mancur tertinggi terjadi pada
siang hari, yaitu sebesar 0,1385 (µg/Nm³) dan yang terendah terjadi pada pagi
hari yaitu sebesar 0,0081 (µg/Nm³). Tingkat konsentrasi Timbal di. Sp.
RS.Charitas tertinggi terjadi pada sinag hari, yaitu sebesar 0,5977 (µg/Nm³)
dan yang terendah terjadi pada pagi dan sore hari yaitu sebesar 0 (µg/Nm³).
Tingkat konsentrasi Timbal di Sp.Sekip tertinggi terjadi pada pagi hari, yaitu
sebesar 0,2746 (µg/Nm³) dan yang terendah terjadi pada siang hari yaitu sebesar
0 (µg/Nm³). Tingkat konsentrasi Timbal di Sp.Polda tertinggi terjadi pada sore
hari, yaitu sebesar 1,5223 (µg/Nm³) dan yang terendah terjadi pada siang hari
yaitu sebesar 0,0600 (µg/Nm³). Dan Tingkat konsentrasi Timbal di Sp.Km 12
tertinggi terjadi pada pagi hari, yaitu sebesar 0,2738 (µg/Nm³) dan yang
terendah terjadi pada sore hari yaitu sebesar 0,0573 (µg/Nm³).
Grafik 3.1
Distribusi konsentrasi Timbal Berdasarkan Lokasi
Pengambilan Sampel (µg/Nm³/1 jam) Di Kota Palembang Tahun 2011
Berdasarkan hasil pengukuran berdasarkan pada Lokasi penelitian seperti
terlihat pada Grafik 5.1. di atas dapat
di simpulkan bahwa tingkat konsentrasi Timbal tertinggi di Sp. Jakabaring
terjadi pada waktu pagi hari, yaitu sebesar 0,5977 (µg/Nm³) dan yang terendah
terjadi pada waktu sore hari, yaitu sebesar 0,0538 (µg/Nm³). Tingkat
konsentrasi Timbal di Sp.Air Mancur tertinggi terjadi pada siang hari, yaitu
sebesar 0,1385 (µg/Nm³) dan yang terendah terjadi pada pagi hari yaitu sebesar
0,0081 (µg/Nm³). Tingkat konsentrasi Timbal di. Sp. RS.Charitas tertinggi
terjadi pada sinag hari, yaitu sebesar 0,5977 (µg/Nm³) dan yang terendah
terjadi pada pagi dan sore hari yaitu sebesar 0 (µg/Nm³). Tingkat konsentrasi
Timbal di Sp.Sekip tertinggi terjadi pada pagi hari, yaitu sebesar 0,2746
(µg/Nm³) dan yang terendah terjadi pada siang hari yaitu sebesar 0 (µg/Nm³).
Tingkat konsentrasi Timbal di Sp.Polda tertinggi terjadi pada sore hari, yaitu
sebesar 1,5223 (µg/Nm³) dan yang terendah terjadi pada siang hari yaitu sebesar
0,0600 (µg/Nm³). Dan Tingkat konsentrasi Timbal di Sp.Km 12 tertinggi terjadi
pada pagi hari, yaitu sebesar 0,2738 (µg/Nm³) dan yang terendah terjadi pada
sore hari yaitu sebesar 0,0573 (µg/Nm³).
3.2.1
Gambaran
Jumlah Kendaraan Bermotor
Tabel 3.2
Kendaraan bermotor
berdasarkan jenis, menurut lokasi dan waktu penelitian pada simpang empat
sampel di kota Palembang tahun 2011 (1 jam)
Lokasi
|
Pagi
|
Siang
|
Sore
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
||||||
Roda2
|
Roda4
|
Umum
|
Roda2
|
Roda4
|
Umum
|
Roda2
|
Roda4
|
Umum
|
|||
Sp
Jakabaring
|
7080
|
3036
|
858
|
7164
|
2388
|
786
|
7620
|
2550
|
522
|
32004
|
3556
|
Sp Air
Mancur
|
9402
|
5406
|
1326
|
10824
|
4866
|
1458
|
8862
|
5832
|
1338
|
49314
|
5479
|
Sp
Rs.Charitas
|
4740
|
3804
|
570
|
4542
|
3072
|
564
|
7668
|
4662
|
1098
|
30720
|
3413
|
Sp
Sekip
|
3546
|
2034
|
312
|
3702
|
2579
|
432
|
5304
|
3402
|
486
|
21797
|
2422
|
Sp Polda
|
7140
|
3438
|
516
|
5550
|
2520
|
300
|
8136
|
4734
|
462
|
32796
|
3644
|
Sp KM
12
|
3306
|
1962
|
408
|
3396
|
1980
|
384
|
4884
|
1992
|
312
|
18624
|
2069
|
jumlah
|
35214
|
19680
|
3990
|
35178
|
17405
|
3924
|
42474
|
23172
|
4218
|
||
rata-rata
|
5869
|
3280
|
665
|
5863
|
2901
|
654
|
7079
|
3862
|
703
|
Sumber
: Hasil penelitian Suwandi W , 2011
Grafik 3.2
Jumlah kendaraan bermotor berdasarkan jenis, menurut
lokasi dan waktu
penelitian pada Tahun 2011
Berdasarkan hasil pengukuran
berdasarkan pada waktu penelitian seperti terlihat pada tabel dan grafik 5.8,
di atas dapat di simpulkan bahwa jumah kendaraan bermotor tertinggi pada waktu
pagi hari terdapat di Sp. Air
Mancur yaitu sebesar 16.134 dengan rata-rata 5.378 dan yang terendah terdapat
di Sp. KM 12 yaitu sebesar 5.676 dengan rata-rata 1.892. Jumlah kendaraan di
Sp. Jakabaring pada waktu di pagi hari berjumlah 10.974 dengan rata-rata 3.658.
Jumlah kendaraan di Sp. RS.Charitas pada waktu di pagi hari berjumlah 9.114
dengan rata-rata 3.038. Jumlah kendaraan di Sp. Sekip pada waktu di pagi hari
berjumlah 3.546 dengan rata-rata 1.964. Jumlah kendaraan di Sp. Polda pada
waktu di pagi hari berjumlah 11.094 dengan rata-rata 3.698. dan pada waktu pagi
hari jenis kendaraan yang paling tinggi yaitu kendaraan roda 2, yaitu sebesar
35.214 dengan rata-rata 5.869. kemudian kendaraan roda 4, yaitu sebesar 19.860
dengan rata-rata 3.310. Angkutan umum memiliki jumlah yang paling sedikit yaitu
sebesar 3.990 dengan rata-rata 665.
Jumlah kendaraan
bermotor tertinggi pada waktu Siang hari terdapat di Sp. Air Mancur yaitu sebesar 17.148 dengan rata-rata 5.716
dan yang terendah terdapat di Sp. KM 12 yaitu sebesar 5.760 dengan rata-rata
1.920. Jumlah kendaraan di Sp. Jakabaring pada waktu di Siang hari berjumlah
10.338 dengan rata-rata 3.446. Jumlah kendaraan di Sp. RS.Charitas pada waktu
di Siang hari berjumlah 8.178 dengan rata-rata 2.726. Jumlah kendaraan di Sp.
Sekip pada waktu di Siang hari berjumlah 6.713 dengan rata-rata 2.237. Jumlah
kendaraan di Sp. Polda pada waktu di Siang hari berjumlah 8.370 dengan
rata-rata 2.790. dan pada waktu Siang hari jenis kendaraan yang paling tinggi
yaitu kendaraan roda 2, yaitu sebesar 35.178 dengan rata-rata 5.863. kemudian
kendaraan roda 4, yaitu sebesar 17.405 dengan rata-rata 2.901. Angkutan umum
memiliki jumlah yang paling sedikit yaitu sebesar 3.924 dengan rata-rata 654.
Jumlah kendaraan bermotor tertinggi pada waktu Sore hari terdapat di Sp.
Air Mancur yaitu sebesar 16.032 dengan rata-rata 5.344 dan yang terendah
terdapat di Sp. KM 12 yaitu sebesar 7.188 dengan rata-rata 2.396. Jumlah
kendaraan di Sp. Jakabaring pada waktu di pagi hari berjumlah 10.692 dengan
rata-rata 3.564. Jumlah kendaraan di Sp. RS.Charitas pada waktu di pagi hari
berjumlah 13.428 dengan rata-rata 4.476. Jumlah kendaraan di Sp. Sekip pada
waktu di pagi hari berjumlah 9.192 dengan rata-rata 3.064. Jumlah kendaraan di
Sp. Polda pada waktu di pagi hari berjumlah 13.332 dengan rata-rata 4.444.. dan
pada waktu pagi hari jenis kendaraan yang paling tinggi yaitu kendaraan roda 2,
yaitu sebesar 42.474 dengan rata-rata 7.079. kemudian kendaraan roda 4, yaitu
sebesar 23.172 dengan rata-rata 3.862. Angkutan umum memiliki jumlah yang
paling sedikit yaitu sebesar 4.218 dengan rata-rata 703.
3.2.1
Gambaran
Suhu Udara
Tabel 3.3
Distribusi Suhu Udara Menurut Waktu Dan Lokasi
Pengambilan Sampel (°C)
Di Kota Palembang Tahun 2011
Lokasi
|
Suhu
udara (°C )
|
Rata-rata
|
||
Pagi
|
Siang
|
Sore
|
||
Simpang
jakabaring
|
27,3
|
34,7
|
28,2
|
30,07
|
Simpang Air
mancur
|
34,3
|
38,4
|
28,3
|
33,67
|
Simpang
RS.Charitas
|
33,8
|
37,2
|
37,8
|
36,27
|
Simpang Sekip
|
30
|
35,2
|
28,3
|
31,17
|
Simpang Polda
|
27,4
|
37,8
|
34,3
|
33,17
|
Simpang Km 12
|
31,5
|
35,1
|
34,1
|
33,57
|
Rata-Rata
|
30,71
|
36,4
|
31,83
|
|
Sumber
: data hasil penelitian Suwandi W, 2011
Grafik 3.3
Distribusi Suhu Udara Menurut Waktu Dan Lokasi
Pengambilan Sampel (°C)
Di Kota Palembang Tahun 2011
Berdasarkan hasil pengukuran seperti
terlihat pada table 5.15 dan grafik 5.15 dapat disimpulkan bahwa jumlah
Suhu Udara tertinggi terjadi di Sp. Charitas yaitu 108,8°C dengan rata-rata
36,26 °C dan terendah terjadi di Sp. Jakabaring yaitu sebesar 90,2 °C dengan rata-rata 30,06 °C.
jumlah Suhu Udara di Sp. Air Mancur
yaitu sebesar 101 °C dengan rata-rata 33,66 °C. jumlah Suhu Udara di
Sp.Sekip yaitu sebesar 93,5 °C dengan rata-rata 31,16 °C. jumlah Suhu Udara di
Sp. Polda yaitu sebesar 99,5 °C dengan rata-rata 33,16 °C. jumlah Suhu Udara di
Sp. Km 12 yaitu sebesar 100,7 °C dengan rata-rata 33,56 °C. pada waktu pagi
hari jumlah suhu udara yaitu sebesar 184,3 °C dengan rata-rata 30,71 °C. pada
waktu siang hari jumlah suhu udara yaitu sebesar 218,4 °C dengan rata-rata 36,4
°C. pada waktu sore hari jumlah suhu udara yaitu sebesar 191 °C dengan
rata-rata 31,83 °C.
5.2.1
Gambaran
Kelembaban Udara
Tabel 5.12
Distribusi Kelembaban Udara Menurut Waktu Dan Lokasi
Pengambilan
Sampel (%RH) Di Kota Palembang Tahun 2011
Lokasi
|
Kelembaban(%RH)
|
Rata-rata
|
||
Pagi
|
Siang
|
Sore
|
||
Sp. Pamor
|
83,1
|
39,6
|
56,1
|
59,6
|
Sp. Air mancur
|
50,3
|
40,65
|
60,1
|
50,35
|
Sp. Charitas
|
68,6
|
38
|
39,2
|
48,6
|
Sp. Sekip
|
66
|
57,4
|
59,1
|
60,83
|
Sp. Polda
|
84,6
|
43,2
|
70,6
|
66,13
|
Sp. Km 12
|
70,3
|
41,5
|
71,2
|
61
|
Rata-rata
|
70,48
|
43,39
|
59,38
|
|
Sumber : data hasil penelitian Suwandi
W, 2011
Grafik 5.12
Distribusi Kelembaban Udara Menurut Waktu Dan Lokasi
Pengambilan
Sampel (%RH) Di Kota Palembang Tahun 2011
Berdasarkan hasil pengukuran seperti
terlihat pada table 5.22 dan grafik 5.22 dapat disimpulkan bahwa jumlah
Kelembaban Udara tertinggi terjadi di Sp. Polda yaitu sebesar 198,4(%RH) dengan
rata-rata 66,13(%RH) dan terendah terjadi di Sp. RS. Charitas yaitu sebesar 146(%RH) dengan rata-rata 48,67(%RH).
jumlah Kelembaban Udara di Sp. Jakabaring yaitu sebesar 178,8(%RH) dengan
rata-rata 59,6(%RH). Jumlah kembaban udara di Sp. Air Mancur yaitu sebesar
151,05(%RH) dengan rata-rata 50,35(%RH). jumlah Kelembaban Udara di Sp.Sekip
yaitu sebesar 182,5(%RH) dengan rata-rata 60,83(%RH). jumlah Kelembaban Udara
di Sp. Km 12 yaitu sebesar 183(%RH) dengan rata-rata 61(%RH). pada waktu pagi
hari jumlah Kelembaban udara yaitu sebesar 423,1(%RH) dengan rata-rata
70,51(%RH). pada waktu siang hari jumlah Kelembaban udara yaitu sebesar 260,35(%RH) dengan
rata-rata 43,39(%RH). pada waktu sore hari jumlah Kelembaban udara yaitu
sebesar 356,3(%RH) dengan rata-rata
59,38(%RH)
5.2.2
Gambaran
Kecepatan Angin
Tabel 5.13
Distribusi Kecepatan Angin (Fit/menit) menurut lokasi dan
waktu
Pengambilan Sampel Di Kota Palembang Tahun 2011
Lokasi
|
Kecepatan
angin (Fit/menit)
|
Rata-rata
|
||
Pagi
|
Siang
|
Sore
|
||
Sp. Pamor
|
1,47
|
1,11
|
0,62
|
1,06
|
Sp. Air mancur
|
0,91
|
1,84
|
0,91
|
1,22
|
Sp. Charitas
|
0,8
|
1,9
|
1,26
|
1,32
|
Sp. Sekip
|
0,53
|
0,65
|
1,38
|
0,85
|
Sp. Polda
|
1,08
|
0,87
|
1,42
|
1,12
|
Sp. Km 12
|
1,3
|
1,5
|
0,62
|
1,14
|
Rata-rata
|
1,05
|
1,31
|
1,03
|
|
Sumber : data hasil penelitian Suwandi W, 2011
Grafik
5.13
Distribusi
Kecepatan Angin (Fit/menit) menurut lokasi dan waktu Pengambilan Sampel Di Kota
Palembang Tahun
2011
Berdasarkan hasil pengukuran seperti
terlihat pada table 5.29 dan grafik 5.29 dapat disimpulkan bahwa jumlah
Kecepatan Angin tertinggi terjadi di Sp. Chiritas yaitu sebesar 3,96 (Fit/menit) dengan rata-rata 1,32 (Fit/menit)
dan terendah terjadi di Sp. Sekip yaitu
sebesar 2,56 (Fit/menit) dengan rata-rata 0,85 (Fit/menit). jumlah
Kecepatan Angin di Sp. Jakabaring yaitu sebesar 3,2 (Fit/menit) dengan
rata-rata 1,06 (Fit/menit). Jumlah Kecepatan Angin di Sp.Air Mancur yaitu
sebesar 3,66 (Fit/menit) dengan rata-rata 1,22(Fit/menit). jumlah Kecepatan
Angin di Sp.Polda yaitu sebesar 3,37 (Fit/menit) dengan rata-rata 1,12
(Fit/menit). jumlah Kecepatan Angin di Sp. Km 12 yaitu sebesar 3,42(Fit/menit)
dengan rata-rata 1,14 (Fit/menit). pada waktu pagi hari jumlah Kecepatan Angin
yaitu sebesar 6,09 (Fit/menit) dengan rata-rata 1,01 (Fit/menit). pada waktu
siang hari jumlah Kecepatan Angin yaitu sebesar 7,87 (Fit/menit) dengan
rata-rata 1,31 (Fit/menit). pada waktu sore hari jumlah Kecepatan Angin yaitu
sebesar 6,21 (Fit/menit) dengan
rata-rata 1,03 (Fit/menit)
3.3 ANALISIS BIVARIAT
Tabel
Bivariat 5.14
|
Kadar
Timbal
|
Roda
dua
|
Roda
empat
|
Angkutan
umum
|
Total
kendaraan
|
Suhu
udara
|
Kecepatan
angin
|
Kelembaban
udara
|
Kadar
Timbal
|
1
|
r
:0.087
p:
0.732
|
r
:0.100
p
:0.692
|
r
:0.106
p
:0.677
|
r
:0.069
p
:0.784
|
r
:0.010
p
:0.969
|
r
:0.424
p
:0.080
|
r
:0.230
p
:0.358
|
Roda
dua
|
r
:0.087
p
:0.732
|
1
|
r
: 0.785
p
: 0.000**
|
r
: 0.045
p
: 0.858
|
r
: 0.969
p
:0.000**
|
r
:0.022
p
:0.932
|
r
:0.210
p
0. 402
|
r
:0.129
p
:0.609
|
Roda
empat
|
r
:0.100
p
:0.692
|
r
:0.785
p
:0.000**
|
1
|
r
:0.162
p
:0.522
|
r
:0.910
p
:0.000**
|
r
:0.069
p
:0.784
|
r
:0.218
p
:0.384
|
r
:0.093
p
:0.715
|
Angkutan
umum
|
r
: 0.106
p
: 0.677
|
r
:0.045
p
:0.858
|
r
:0.162
p
:0.522
|
1
|
r
:0.090
p:0.723
|
r
:0.283
p
:0.256
|
r
:0.211
p
:0.402
|
r
:0.032
p
:0.889
|
Total
kendaraan
|
r
: 0.069
p
: 0.784
|
r
:0.969
p
:0.000**
|
r
:0.910
p
:0.000**
|
r
:0.090
p
:0.723
|
1
|
r
:0.049
p
:0.846
|
r
:0.234
p
:0.350
|
r
:0.142
p
:0.575
|
Suhu
udara
|
r
: 0.010
p
: 0.986
|
r
: 0.022
p
: 0.932
|
r
: 0.069
p
: 0.784
|
r
:0.283
p
:0.256
|
r
:0.049
p
:0.846
|
1
|
r
:0.279
p
:0.262
|
r
:0.718
p
:0.001**
|
Kecepatan
angin
|
r
: 0.424
p
: 0.080
|
r
0:0.210
p
:0.402
|
r
:0.218
p
:0.384
|
r
:0.211
p
:0.402
|
r
:0.234
p
:0.350
|
r
:0.279
p
:0.262
|
1
|
r
:0.292
p
:0.240
|
Kelembaban
udara
|
r
:0.230
p
:0.358
|
r
:0.129
p
:0.609
|
r
:0.093
p
:0.715
|
r
:0.032
p
:0.899
|
r
:0.142
p
:0.575
|
r :0.718
p
:0.001**
|
r
:0.292
p
:0.240
|
1
|
Pearson Correlation Test Seluruh Variabel Kontinyu
sumber : Data
hasil Penelitian Suwandi W, 2011
* P<0,05 (Signifikan) ** P<0,01
Analisis senjutnya digunakan korelasi sederhana antar
variable dalam hal ini analisisbivariat (Pearson
Correlation Test Seluruh Variabel Kontinyu.
Tabel 5.14
memperlihatkan korelasi sederhana antar variabel penelitian yang bersifat
continuous data yakni kadar Timbal, kendaraan roda dua, kendaraan roda empat
dan kendaraan angkutan umum, serta suhu udara, kecepatan angin, dan kelembaban
udara. Dari hasil regresi
antara kadar Timbal (Pb), dan ketujuh variabel tersebut diperoleh angka yang
berbeda. Angka korelasi menunjukkan bahwa ketujuh variabel tersebut tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kadar Timbal (Pb)
Untuk variabel Timbal (Pb) terdapat korelasi tidak begitu bermakna terhadap
kendaraan roda dua (r : 0.087) terhadap roda empat dengan (r : 0100), dan
terhadap angkutan umum (r : 0.106), artinya semakin tinggi jumlah kendaraan
yang ada maka akan semakin tinggi juga kadar timbal (Pb) di udara.
variabel roda dua
berkorelasi bermakna terhadap roda empat dengan (r : 0.785) semakin tinggi roda
empat maka semakin tinggi juga kendaraan roda dua.
variabel roda empat berkorelasi
bermakna terhadap roda dua dengan (r : 0.785) semakin tinggi roda dua maka
semakin tinggi juga kendaraan roda empat.
variabel angkutan umum tudak begitu berkorelasi bermakna terhadap kadar
timbal, kendaraan roda dua, kendaraan roda empat dan total kendaraan dengan r
masing-masing adalah 0.106, 0.045, 0.162, dan 0.090, Artinya semakin kadar
timbal maka semakin tinggi pula jumlah
angkutan umum.
Untuk variabel total kendaraan terdapat korelasi yang bermakna terhadap
kendaraan roda dua dengan (r : 0.969) dan roda empat dengan (r : 0.910) artinya
semakin tinggi kendaraan roda dua dan roda empat maka semakin tinggi juga total
kendaraan
variabel suhu udara berkorelasi bermakna terhadap kelembaban udara dengan
(r : 0.718) artinnya semakin tinggi kelembaban udara maka semakin tinggi juga
suhu udara. Kecepatan angin berkorelasi tidak begitu bermakna terhadap variabel
total kendaraan (r :0.234), roda dua (r : 0.210), suhu udara (r : 0.279), dan
kelembaban udara (r : 0.293). artinya semakin tinggi kendaraan roda dua, suhu
udara dan kelembaban udara maka akan semakin tinggi kecepatan angin
Dan variabel kelembaban udara
berkorelasi bermakna terhadap variabel suhu dengan (r : 0.718). artinya semakin
tinggi suhu udara maka akan semakin tinggi juga kelembaban udara.
BAB IV
KESIMPULAN DAN
SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari
hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut :
1.
Paparan
udara di kota palembang tercemar Timbal terdapat di semua lokasi penelitian yang
mana kadar Timbal tertinggi terdapat di lokasi Sp. Polda pada waktu sore hari
yaitu 1,5223 (µg/Nm³/1 jam) dan yang terendah terdapat di lokasi Sp.
RS.Charitas pada waktu pagi dan sore hari dan Sp. Sekip yaitu 0 (µg/Nm³/1 jam)
2.
Nilai
Timbal yang di peroleh dari hasil penelitian di semua lokasi masih di bawah per
Gub Sum-Sel no 17 th 2005 tentang Baku Mutu Udara Ambient Provinsi Sum-Sel 2
(µ/Nm³/24 jam)
3.
Tidak
ada hubungan antara kadar timbal di udara dengan kendaraan roda dua, kendaraan
roda empat serta, kendaraan angkutan umum, kecepatan angin, kelembaban udara,
maupun suhu udara.
4.2
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang adanya
hubungan kadar Timbal di udara dengan gas buang dari kendaraan, maupun pengaruh
dari suhu udara, kelembaban udara, serta kecepatan angin secara analitik atau
uji statistik.
2. Perlu diadakan penyuluhan tentang efek negatif dari
paparan timbal yang berkepanjangan bagi pengguna jalan raya serpeti petugas
polisi lalu lintas, pengendara kendaraan, maupun pejalan kaki di jalan raya.
serta pengadaan alat pelindung diri (masker) yang menutupi hidung dan mulut
serta dapat menghalangi partikel-partikel logam berat demi mengurangi resiko
timbulnya keracunan timbal.
3. Hendaknya pemerintah mengkaji ulang baku mutu lingkungan
yang telah di tetapkan sekarang karena tidak sesuai lagi dengan keadaan saat
ini yang mana perkembangan suatu kota yang pesat pembangunan nya..
4. Hendaknya dilakukan kegiatan penghijau kota oleh pihak
pemerintah kota Palembang, sehingga untuk mengurangi angka kadar timbal yang
ada di udara.
5. Diharapkan
kepada peneliti lainnya yang tertarik meneliti kadar Timbal diudara hendaklah meneliti dengan sampel yang lebih
besar dengan waktu yang lebih panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumsel 2009
Laporan Koordinasi
Penilaian Langit Biru tahun 2009.
Badan
Lingkunan Hidup (BLH) Provinsi Sumatera Selatan, 2010
Laporan
koordinasi penilaian langit biru tahun 2010.
Btkl Palembang 2010
Uji Petik Kualitas udara di Kabupaten / Kota Provinsi
Sumsel Tahun 2010.
Darmono,
2010
Lingkungan Hidup Dan Pencemaran Hubungannya Dengan
Toksikologi Senyawa Logam, Universitas Indonesia
: Jakarta.
Daniel.S.B
And.James A R
Introducction to
Environment Health, Second Edition, Springer Publishing Company
EPA, 2011.
Environmental
Protection Agency, US. Six Common Pollution; Lead. (http://www.epa.gov/airquality/lead) diakses tanggal 13 maret 2011.
Fardiaz,
Srikandi, (1992).
Polusi Air & Udara, PT. Kanisius : Yogyakarta
Friss, R.H, 2007.
Essential of Environmental Health. California, Jones and Bartlett Publisher.
Irwansyah, Maryadi,2003
Hubungan Kepadatan,
Jenis Kendaraan Terhadap Kadar Timbal Udara Dan Urin masyarakat sekitar jalan
raya kota yogyakarta, Jurnal Manusia dan Lingkungan. Universitas Gajah Mada http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php
Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (kpbb)/ Kementrian
Lingkungan Hidup (klh). 2006. Indonesian Fuel Quality Report 2006 Clean Fuel: A
Requiretment For Air Quality Improvement, Jakarta.
Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (kpbb). 2008.
Kebijakan Energi Bersih Melalui Penghapusan Bensin Bertimbal (pb). Www.kpbb.org
Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), 2011.
Hasil penelitian polusi udara : Sulfur Dioksida (SO2).
(http://www.dirgantara-lapan.or.id/jizonpolud/htm/so2.htm) diakses tgl 14
april 2011
Malaka, Tan (2009)
Ilmu Kesehatan kerja. Bahan ajar STIK Bina husada : Palembang
Murni, N.S, 2011.
Kadar timbal (Pb)
Dalam Semen Dan Motilitas Sperma, Serta Factor-Faktor Yang Mempengaruhinya Pada
Pasien Yang Memeriksakan Diri Di Laboratorium Biologi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang. Tesis program
pascasarjana sriwijaya palembang.
Ningsih, Meria Wahyu, 2010.
Penilaian risiko
kesehatan kerja yang dipengaruhi oleh karbon monoksida (CO) di SPBU kota
Palembang tahin 2010. (skripsi) STIK Bina
Husada.
Palar, Heryando, 2004.
Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat, PT.Rineka Cipta : Jakarta.
Patthoni,
Arwandi (2010)
Analisis Kandungan Pb Dalam Urine Pada Penarik Becak
Di Wilayah Kelurahan 23 Ilir Palembang Tahun 2010
PERGUB SUMSEL, N0 17 2005
Tentang Baku Muru Ambient Dan Baku Tingkat Kebisingan.
Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian
Pencemaran Udara
http://hukum.unsrat.ac.id//pp/pp_41_99.htm
Samsat Palembang (2011)
Keadaan
Data Objek Pajak Kendaraan Bermotor. Wilayah Samsat Palembang. Unit Pelaksana
Teknis Dinas. Provinsi Sumatera Selatan.
Sastrawijaya,
Tresna, 1991.
Pencemaran
Lingkungan,
PT. Rineka Cipta : Jakarta.
Sugiarta.A.A.G,
2006
Dampak Agro Sains Teknologi Fakultas Pertanian
Universitas Udayana. Jurnal Bumi Lestari, Vol. 8 No 2. agustus 2008. hal
162-167
VIVAnews.com
Asap
Kendaraan Perpendek Usia Anda. Tanggal 22 oktober 2009.
(http://metro.vivanews.com/news/read/99096asap_kendaraan_perpendek_usia_anda)
diakses tgl 10 maret 2011
VIVAnews.com
Polusi Udara Lebih Berbahaya Ketimbang
Kokain. Tanggal 5 maret 2011. (http://teknologi.vivanews.com/news/read/206691-polusi-udara-lebih-berbahaya-ketimbang-kokain) diakses tgl 10 maret 2011.
Yassi, A, at al, 2001.
Contaminant Sources And Effect Continum, From Corvalan And Kjellstrom 1995,
With Permission.
www.Bsn.Sni/Timbal.com diakses 15 maret 2011
www.bplhdjabar.go.id/index.php/.../168-pencemaran-pb-timbal, diakses 17 maret
www.depkes.go.id/downloads/Udara.PDF, diakses 17 maret 2011
http://www.pertamina.com
/material-safety-data-sheet
http://id.wikipedia.org/wiki/Timbal, Diakses 12 maret
2011
http://id.wikipedia.org/wiki/Kendaraan,
diakses 12 maret 2011
National
Ambient Air Quality Standards
Pollutant
|
Primary Standards
|
Secondary Standards
|
||
Level
|
Averaging time
|
Level
|
Averaging time
|
|
Carbon
Monoxide (CO) |
9 ppm
(10 mg/m3) |
8 hour
|
None
|
|
35 ppm
(40 mg/m3) |
1 hour
|
|||
Lead
(Pb)
|
0.15 µg/m3
|
Rolling 3-
month average
|
Same as Primary
|
|
1.5 µg/m3
|
Quarterly
everage
|
Same as Primary
|
||
Nitrogen
Dioxide (Pb) |
53 ppb
|
Annual
(arithmetic average)
|
Same as Primary
|
|
100 b
|
1 hour
|
none
|
||
Particulate
Matter (PM10) |
150 µg/m3
|
24 hour
|
Same as Primary
|
|
Particulate
Matter (PM2.5) |
15.0 µg/m3
|
Annual
(arithmetic average)
|
Same as Primary
|
|
35 µg/m3
|
24 hour
|
Same as Primary
|
||
0.075 ppm (2008
std)
|
8 hour
|
Same as Primary
|
||
0.08
ppm (1997 std)
|
8 hour
|
Same as Primary
|
||
0.12 ppm
|
1 hour
|
Same as Primary
|
||
Sulfur
Dioxide (SO2) |
0.03 ppm
|
Annual
(arithmetic average)
|
0.5 ppm
|
3- hour
|
0.14 ppm
|
24 hour
|
|||
75
75 ppb
|
1 hour
|
None
|
Sumber
: EPA air and radiaton (2008)
BAKU MUTU UDARA AMBIEN NASIONAL
No.
|
Parameter
|
Waktu Pengukuran
|
Baku Mutu
|
Metode Analisis
|
Peralatan
|
1
|
SO2
(sulfur
dioksida)
|
1
jam
24
jam
1
tahun
|
900
µg/m3
365
µg/m3
60
µg/m3
|
Pararosanilin
|
Spektrofotometer
|
2
|
CO
(karbon
monoksida)
|
1
jam
24
jam
1
tahun
|
30.000
µg/m3
10.000
µg/m3
-
|
NDIR
|
NDIR analyzer
|
3
|
NO2
(Nitrogen
Dioksida)
|
1
jam
24
jam
1
tahun
|
400
µg/m3
150
µg/m3
100
µg/m3
|
Saltzman
|
Spektrofotometer
|
4
|
O3
(Oksidan)
|
1 jam
1
tahun
|
235
µg/m3
50
µg/m3
|
Chemiluminescent
|
Spektrofotometer
|
5
|
HC
(Hidro
Karbon)
|
3
jam
|
160
µg/m3
|
Flame
Ionization
|
Gas
Chromatografi
|
6
|
PM10
(Partikel
<10 µg)
|
24 jam
|
150
µg/m3
|
Gravimetric
|
Hi-Vol
|
PM2,5
(*)
(Partikel
<2,5µg)
|
24
jam
1
tahun
|
65
µg/m3
15
µg/m3
|
Gravimetric
Gravimetric
|
Hi-Vol
Hi-Vol
|
|
7
|
TSP
(Debu)
|
24
jam
1
tahun
|
230
µg/m3
90
µg/m3
|
Gravimetric
|
Hi-Vol
|
8
|
Pb
(Timbal)
|
24
jam
1
tahun
|
2
µg/m3
1
µg/m3
|
Gravimetric
Ekstraktif
Pengabuan
|
Hi-Vol
AAS
|
9
|
Dustfall
(Debu
Jatuh)
|
30
hari
|
10
Ton/Km2/bulan
20
Ton/Km2/bulan
(industri)
|
Gravimetric
|
Cannister
|
10
|
Total
Fluorides
(as
F)
|
24
jam
90
hari
|
3
µg/m3
0,5
µg/m3
|
Spesific
Ion Electrode
|
Impinger
atau Countinous Analyzer
|
11
|
Flour
Indeks
|
30
hari
|
40
µg/cm2 dari kertas limited filter
|
Colourimetric
|
Limited
Filter Paper
|
12
|
Khlorine
dan Khlorine
|
24
jam
|
150
µg/m3
|
Spesific
Ion Electrode
|
Imping
atau Countinous Analyzer
|
13
|
Sulphat
Indeks
|
30
hari
|
1
mg SO3/100 cm3 Dari Lead Peroksida
|
Colourimetric
|
Lead
Peroxida Candle
|
Sumber
: PP No 41 Tahun1999
Staplex
Anemometer
Thermohyreometer
Handtally
counter
Rangkaian
peralatan penelitian
Kendaraan di
simpang empat Jakabaring Palembang
Gas buang
kendaraan bermotor
Proses
Laboratorium
Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)